Selasa, 01 Mei 2012

Renungan Anda - "Perilaku Anak, Cerminan Orang Tua"

Perilaku Anak, Cerminan OrangTua


 Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan
 anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka
 yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh,
 dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan
 cara berjalannya pun ringkih.

 Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun,
 sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya.
 Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya
 susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap
 jatuh ke bawah.

 Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah
 membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar.
 Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus
 lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan
 membereskan semuanya untuk pak tua ini."

 Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja
 kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk
 untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan.
 Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan
 mangkuk kayu untuk si kakek.

 Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka,
 terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang
 tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada
 gugatan darinya. Tiap kali nasi yang dia suap, selalu
 ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun,
 kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar
 ia tak menjatuhkan makanan lagi.

 Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam
 diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan
 anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut
 ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?".

 Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah
 dan ibu, untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan
 kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan."
 Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

 Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan
 terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu,
 airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau
 tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini
 mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.

 Esoknya,
 Mereka makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan
 yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang
 tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan
 bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut
 untuk membuat meja kayu.

 Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka
 akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu
 menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap
 hal yang kita lakukan.

 Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita
 memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang
 akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua
 yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa"
 yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan
 anak-anak.

 Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak
 kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk
 merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik
 pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa
 depan.

 Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
 Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
 Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
 Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
 Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
 Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
 Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
 Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
 Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
 Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
 Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.


 Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting
 karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai
 busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki
 jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari
 hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan
 tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus
 lebih baik dari kita....

1 komentar:

  1. Jika anda pertanyaan, kritik dan saran silahkan tulis disini

    BalasHapus